Apakah
tempat wisata yang ingin kamu kunjungi di Lombok? Gili Trawangan. Itulah
jawaban yang akan saya berikan untuk pertanyaan di atas sebelumnya. Jawaban
seorang awam yang hanya tahu Lombok dari cerita-cerita teman yang banyak kata
“konon”nya, atau dari media yang sengaja mengandung unsur promosi pariwisata.
Pada
dua hari pertama di Lombok saya mendapat kesempatan mengunjungi pantai Selong Belanak, Kuta, Tanjung Aan dan sekitarnya.
Keadaan tempat-tempat tersebut sama sekali di luar ekspektasi saya, lebih bagus
daripada yang saya bayangkan dan lebih indah daripada pantai-pantai yang pernah
saya kunjungi sebelumnya. Cerita perjalanan tentang pantai Kuta dan sekitarnya bisa
lihat di postingan ini.
Hari
ketiga di Lombok saya tinggal di Rumah Singgah Lombok Backpacker di daerah
Mataram. Bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah di Indonesia yang
sama-sama ingin menikmati indahnya alam Lombok atau hanya sekadar singgah
sebelum melanjutkan perjalanan. Di sini saya ditanya ingin ke mana selama di
Lombok, tentu saja jawaban saya seperti di paragraf pertama tadi. Jawaban yang
sangat berbeda jika pertanyaan itu disampaikan sekarang.
Tanjung
Beloam adalah tempat pertama yang saya kunjungi dengan teman-teman dari Jakarta
yang didampingi oleh teman dari Lombok Backpacker. Tujuh belas belas orang
berangkat dari Rumah Singgah sekitar jam sembilan pagi, menempuh perjalanan
selama dua setengah jam. Mendekati Tanjung Beloam jalan mulai banyak berlobang
dan jalan tanah menjadi becek karena hujan semalam.
Akses
masuk ke Tanjung Beloam bisa dibilang baru dibuka, karena akses lewat resort
Jeeva Beloam tidak terbuka untuk umum. Jalan tanah selebar lebih kurang dua
meter cukup nyaman ditempuh dengan jalan kaki. Jika malas jalan kaki, bisa
sedikit nekat mengendarai sepeda motor menempuh jalan tanah yang licin. Kami
memilih memarkir motor di rumah warga terdekat dengan membayar sepuluh ribu
tiap motor sekalian biaya masuk ke Tanjung Beloam.
 |
Tanjung Beloam |
Dari
balik semak terdengar bunyi gentong dan lenguhan kerbau, serta gemuruh ombak
yang menandakan tempat yang kami tuju sudah dekat. Saya berjalan paling
belakang dan mempercepat langkah karena mendengar teriakan histeris teman-teman
yang di depan. Padang rumput kecil nan hijau, hamparan laut yang menenangkan,
tiupan angin segar, pantai dengan pasir putih yang terisolasi batu karang,
serta bukit batu yang menjulang menyambut kami setelah berjalan sekitar dua
puluh menit. Inilah yang membuat teman-teman berteriak histeris, terutama
perempuan, mungkin kamu dapat membayangkan dan tahu penyebabnya.
Saya
duduk sejenak di atas rumput yang masih lembab karena gerimis. Memandang ke lautan
lepas, dinding tanjung yang tampak kemerahan di kejauhan, putih riak gelombang
yang berjalan perlahan, dan membiarkan angin sejuk membelai wajah. Tentram.
Damai. Bahagia. Suasana yang masih alami, jauh dari kebisingan kota dan
jangkauan signal internet. Di sini kamu bisa menikmati kedamaian yang
disuguhkan alam, ketenangan dan kebahagiaan menghampiri perasaanmu tanpa harus
update “at Tanjung Beloam” di Path atau Instgram.
 |
Solo backpacker tidak selamanya sendiri |
Selepas
berenang dan terjun bebas dari atas karang yang meninggalkan beberapa luka di
kaki, kami menikmati makan siang di atas batu karang di bibir tanjung. Nasi
dengan lauk potongan-potongan kecil ayam kampung, seekor cumi, dan mie goreng
begitu nikmat pada siang itu.
Menempuh
setengah jam perjalanan selanjutnya kami sampai di Tanjung Ringgit. Lima ribu
rupiah menjadi biaya masuk untuk setiap motornya yang bisa dikendarai sampai ke
bibir tanjung. Sebuah meriam sisa peninggalan Jepang teronggok di sini. Meriam
yang menjadi situs budaya ini masuk dalam wilayah desa Sekaroh, kecamatan
Jerowaru. Selain pemandangan yang indah, tebing-tebing tanjung ini bisa menakutkan
bagi penderita phobia ketinggian seperti saya.
 |
Tanjung Ringgit |
Untuk
akses ke bibir pantai di bawah Tanjung Ringgit, pengunjung dapat memasuki
lobang yang berada tidak jauh dari meriam. Lobang yang tidak begitu besar itu
menjadi rumah bagi ratusan kelelawar, tentu saja butuh nyali lebih besar untuk
memasukinya. Jika nyali yang dimiliki lebih besar lagi, mercusuar setinggi
empat puluh meter yang ada di sana juga dapat dinaiki.
 |
Saya belum cukup berani seperti Anggi dalam foto ini |
Pantai
Pink menjadi tujuan terakhir hari itu yang berada di antara Tanjung Ringgit dan
Beloam. Biaya lima ribu untuk setiap sepeda motor kami bayar kepada petugas
yang berseragam di pintu masuk. Jalan beton menurun sekitar dua ratus meter
mengantarkan ke bibir pantai. “Mana pink-nya? Kok gak kelihatan” ucapan spontan
dari beberapa teman ketika kami memarkir motor di bibir pantai.
 |
Pantai Pink yang tidak begitu pink |
Di
karang yang menjorok ke laut banyak pemancing yang sedang beradu kesabaran
dengan nasib. Di dekat mereka terdapat tempat untuk snorkling yang cukup bagus.
Saya mencoba belajar snorkling sampai seekor bulu babi memberi hadiah pada kaki
kanan yang membuat saya harus berhenti. Sebagai orang awam yang belum tahu
penanganannya, saya mencongkel dengan jarum yang berakibat makin masuknya bulu
babi tersebut ke dalam kulit. Ternyata penanganan yang benar adalah dengan memukul-mukul
bagian yang tertusuk sampai bulu babi itu hancur agar tidak sampai menimbulkan
demam pada malam harinya.
***
Pantai
Selong Belanak saya kunjungi pada hari pertama di Lombok didampingi Hendra,
anak dari bang Irfan yang memberi saya tumpangan selama dua hari pertama di
Lombok. Dari Penujak, daerah sekitar bandara baru di Lombok perjalanan ke
Pantai Selong Belanak ditempuh selama dua puluh menit. Aspal yang masih tampak
baru akan membuat perjalanan nyaman sampai ke tujuan. Sebelum sampai di pantai,
mata akan dimanjakan oleh pemandangan dari ketinggian. Masyarakat di sana
menyebut tempatnya dengan Jurang Selong.
Jurang
Selong adalah jalan menurun yang cukup curam sebelum mencapai pantai. Di
kiri-kanan jalan terdapat beberapa tempat parkir motor maupun mobil untuk
berhenti sejenak menikmati keindahan alam tanpa pungutan biaya. Bukit-bukit
hijau, pucuk-pucuk pohon kelapa yang melambai ditiup angin, hamparan laut di
kejauhan yang membentu garis lurus di horison, dan raungan mesin kendaraan yang
mendaki dapat dinikmati di sini.
 |
Jurang Selong |
Empat
orang turis luar berjemur di atas kursi santai sambil menikmati bir dingin, dua
orang lainnya tampak sedang belajar bermain selancar di ombak yang tidak begitu
besar, sekelompok wisatawan lokal bermain ombak sambil mengambil foto dengan
berbagai macam ekpresi, dan puluhan perahu kecil nelayan bergoyang-goyang di
pantai yang masih sepi pengunjung. Untuk masuk ke sini biaya parkirnya lima
ribu rupiah, namun banyak pengunjung masuk lewat akses gratis yaitu ke arah
timur gerbang utama pantainya.
 |
Pantai Selong Belanak |
Kami
berjalan ke ujung pantai arah Timur ke deretan batu-batu dan bukit hijau. Di
sini banyak pemancing yang berdiri terendam setengah badan di laut yang tidak
begitu dalam. Pantai Selong Belanak memiliki pasir halus agak keputihan,
sruktur yang landai, air yang jernih, dan terumbu karang yang masih terjaga.
Pantai ini cukup panjang jika kamu ingin menikmatinya sambil jogging dari ujung ke ujungnya.
Barangkali akan menjadi track jogging paling
menarik dalam hidupmu.
***
Air
jatuh dari sela-sela akar dan batang tumbuhan rambat yang tumbuh di atas
tebing. Bulir-bulir air yang terus berjatuhan tanpa henti dari kejauahan tampak
seperti untaian tirai benang-benang halus warna putih di antara hijaunya
tumbuhan rambat. Ada empat tingkatan menyerupai tangga pada tebing setinggi
kira-kira empat puluh meter yang mempercantik air terjun Benang Kelambu ini.
Tirai-tirai air yang halus oleh masyarakat desa Taratak, kecamatan Batukliang,
kabupaten Lombok Tengah disebut dengan Kelambu yang sekalian menjadi nama air
terjun.
 |
Air Terjung Benang Kelambu |
Air
terjun Benang Kelambu menjadi tempat pertama yang kami datangi karena terletak
paling jauh setelah melewati air terjun Benang Stokel. Di kawasan Air terjun Benang
Kelambu terdapat kolam buatan untuk mandi atau berenang dalam air segar yang
berasal dari air terjun. Bagi kami dinding kolam setinggi dua meter itu menjadi
tempat pemanasan uji nyali sebelum terjun lebih tinggi di dekat air terjun
Benang Stokel.
 |
Pemanasan sebelum yang lebih tinggi |
Air
terjun Benang Kelambu memiliki keunikan bentuk yang membuatnya berbeda dari air
terjun lainnya. Tingkatan-tingkatan yang ada, tirai-tirai halus air yang jatuh,
serta batu-batu dan tumbuhan yang ada di bawah mempercantik suasana yang sangat
alami di kawasan air terjun. Barangkali karena keindahannya beberapa teman
penasaran dan bertanya setelah saya posting foto air terjun Benang Kelambu di
media sosial.
Menempuh
setengah jam perjalanan ke arah jalan pulang, kami sampai di air terjun Benang
Stokel yang sebelumnya hanya dilewati. Berdiri di bawah air terjun setinggi 30
meter serasa mendapat totokan-totokan yang sedikit kasar di bagian punggung dan
kepala, namun tetap menarik untuk dicoba, karena hidup yang hanya sekali ini
akan terasa membosankan jika hanya melakukan rutinitas tanpa hal-hal baru yang
menantang.
Aliran
air dari air terjun Benang Stokel membentuk air terjun yang lebih rendah di
bawah jembatan di ujung kawasan air terjun. Air terjun ini memiliki ketinggian
sekitar sepuluh meter dan kedalaman air di bawahnya sekitar lima meter dengan
dasar pasir hingga aman untuk dilompati. Saya yang sebenarnya takut pada
ketinggian menjadi pelompat kedua dari sembilan orang rombongan. Melakukan tiga
kali lompatan menjadi momen tidak terlupakan dalam hidup, seperti yang
dikatakan turis perempuan dari Jerman yang juga melompat bersama pasangannya
“this is the best part of my life”.
 |
Melawan takut |
Berdiri
di pinggir tebing batu, melihat buih-buih air di bawah, dan mendengar bunyi air
yang jatuh jadi menyeramkan ketika ketakutan pada ketinggian datang. Saya hanya
mengatakan pada diri sendiri kalau batas ketakutan saya hanya beberapa
sentimeter di ujung jempol kaki dan sepersekian detik ketika melompat.
Ketakutan seperti lawan dalam ring tinju, dia akan merontokkan gigimu jika kamu
tidak melawannya. Lawanlah dan jalani hidup bebas tanpa batas.
***
Salah
satu tempat yang paling ingin saya kunjungi di Lombok adalah Gili Trawangan.
Cerita dari beberapa temanlah yang mendorong rasa penasaran saya untuk datang ke
sini. Cerita yang saya dengar lebih banyak pada keadaan di Trawangan seperti
ganja yang legal di sana, pesta-pesta di pinggir pantai, bule-bule berjemur
dalam keadaan topless, serta tidak adanya kendaraan bermotor. Cerita-cerita di
atas seharusnya ditambahi kata “konon” jika dihadapkan dengan keadaan yang saya
temui kecuali untuk yang terakhir.
Kami
sampai di Gili Trawangan sekitar jam dua belas siang. Menyeberang dari
pelabuhan Bangsal dengan membayar tiket seharga delapan belas ribu, tiga
ribunya untuk asuransi perjalanan kata petugasnya. Rombongan yang beranggotakan
sepuluh orang menginap di Secret Garden yang menyediakan kamar khusus
backpacker dengan tarif lima puluh ribu setiap ranjangnya per malam, dengan
empat ranjang bertingkat dan dua kasur tambahan.
Setelah
makan siang kami mengeliling Gili Trawangan dengan berjalan kaki, karena merasa
biaya empat puluh ribu untuk sewa sepeda per harinya cukup mahal. Di sepanjang
jalan dekat dermaga sudah dipenuhi oleh cafe, mini market, dive center dan
toko-toko pakaian. Kami berenang tidak jauh dari dermaga, air laut yang jernih,
gelombang kecil dan kedalaman sedang membuat hampir semua rombongan berenang.
Selain itu kami juga menyewa perlengkapan snorkling
untuk menikmati pemandangan terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang tidak
begitu banyak di sekitar tempat berenang.
 |
Laki-laki sejati main ayunan bediri |
Kami
terus berjalan menyusuri pantai ke arah sunset
point dan kembali berenang di
beberapa tempat lainnya. Di depan Ombak Sunset hotel kami menghabiskan waktu
cukup lama menunggu matahari tenggelam, namun awan tebal menutupi keindahan
dari cahaya matahari sore dan gunung Agung yang diam. Berjalan dalam rombongan
yang penuh canda tawa membuat perjalanan mengelilingi Gili Trawangan tidak
begitu terasa, selain itu pulau yang tidak begitu besar ini membuat kami dapat
menjumpai seseorang beberapa kali dalam berbagai kesempatan.
 |
Rinjani yang tertutup awan |
Jika
saya mendapat kesempatan untuk kembali lagi ke Gili Trawangan tentu dengan rasa
penasaran yang lain. Saya akan mencoba snorkling
di tiga gili yang ditawarkan dengan harga tujuh puluh lima ribu, berharap dapat
menikmati sunset yang indah dengan latar gunung Agung dan sunrise yang hangat
dengan latar gunung Rinjani. Namun sebelum ke sini tentu masih banyak pilihan
lain yang akan saya datangi terlebih dahulu seperti snorkling di Gili Kondo yang katanya salah satu gili terindah di
Lombok, mendaki gunung Rinjani dan menikmati pemandangan yang indah serta
langitnya yang luar biasa indah pada malam harinya, hingga mas Duta, salah satu
admin Lombok Backpacker memberi nama anaknya Langit Rinjani. Karena itu jika
kamu ingin menjelajah Lombok, jangan dulu ke Gili Trawangan.
Selasa,
18 Maret 2015. Bima