Bagian pertama
Perjalanan kadang tidak memberi apa
yang kau cari, tapi menghadiahi dengan apa yang layak kau miliki.
Hari
kamis kemarin saya diajak seorang teman ke pulau Satonda. Saya menerima ajakan
itu dengan penuh sukacita sebagai penutup hari-hari terakhir di Bima. Saya mulai melakukan persiapan,
menghubungi teman yang tinggal di dekat sana, dan membayangkan hal-hal apa saja
yang akan saya lakukan selama di sana. Tapi sehari sebelum keberangkatan, kabar
pembatalan saya terima karena ada beberapa kendala. Hufftt...
Jelajah Bima bagian keempat
Bayangan
apa yang muncul dalam pikiranmu ketika mendengar Pulau Ular? Ya, benar. Pulau
yang penuh berisi ular. Begitupun yang ada dalam pikiran saya sebelumnya. Saya
sengaja tidak mencari tahu sebelumnya di internet seperti apa Pulau Ular itu
dan ular apa saja yang menghuninya. Imajinasi saya biarkan berkelana dengan
mendengar cerita lisan dari penduduk.
Perjalanan
benar-benar penuh kejutan (dapat kalian temukan di paragraf-paragraf
berikutnya). Tiba-tiba siang itu, selepas dari MIS Darul Ulum, pak Muchtar
membawa kami berempat ke sana. Di awal perjalanan Devanosa menuntaskan niatnya untuk duduk di
atas atap mobil menikmati udara sejuk dan jalanan berliku di sepanjang pantai
dari Tololai sampai Wera. Benar-benar nikmat dan memanjakan mata. Setelah
menemaninya sejenak saya pindah ke dalam mobil untuk mengecas hape, karena ini
adalah salah satu bagian penting dari perjalanan.
Empat
bulan perjalanan yang sudah dijalani telah membuka mata, hati, dan pikiran.
Saya telah menemukan alasan yang tepat untuk perjalanan ini. Alasan yang membuat
saya dapat terus berjalan dari suatu tempat ke tempat lain di Indonesia. Tidak
terikat pada waktu yang ketat ataupun daftar nama tempat- tempat.
Pada
tulisan ini tidak ada lagi rahasia, semuanya begitu terbuka. Bukankah usia
terasa lebih mulus ditunggangi tanpa ada beban rahasia di jalannya?
Jelajah
Bima bagian ketiga
Pagi
yang indah menyapa kota Bima dengan langit berwarna biru cerah dan awan putih
yang menari gemulai. Maklum hari sebelumnya langit bagai ditutupi jutaan atau
milyaran nyamuk yang menyembunyikan matahari di baliknya. Sepertinya hari ini
akan bersahabat untuk melakukan berbagai kegiatan di luar rumah, terutama
jalan-jalan. Setelah menunaikan sholat subuh saya dan Deva mulai melakukan
persiapan. Ya, perjalanan memang butuh persiapan seperti kendaraan membutuhkan
bahan bakar. Penting.
Jam
delapan pagi motor yang kami kendarai melaju ke arah Timur kota Bima. Jalanan
mulus dan besar, serta melewati perbukitan hijau. Pemandangan kota Bima dari
kejauhan bisa terlihat dari suatu tanjakan di tengah perjalanan. Banyak monyet
berkeliaran di sini, mungkin mereka menagih jatah kepada orang yang memanjakan
mata atas pemandangan indah dari tempat tinggal mereka.
Happiness only real
when shared~ Alexander Supertramp
Tidak
terasa sudah memasuki bulan kelima perjalanan keliling Indonesia yang sedang
saya lakukan ini. Sudah enam minggu saya tinggal di Tololai dan mengajar di MIS
Darul Ulum. Kegiatan yang begitu banyak menyita waktu dan sangat menyenangkan.
Mungkin karena itu enam minggu ini terasa berlalu begitu saja.
Don’t try this on your journey
Pahami
dan ikuti peringatan di atas, sebelum meneruskan membaca cerita ini. Tulisan ini tidak bermaksud
mengajak kalian untuk melakukan hal-hal di bawah ini. Sedikit kegilaan dan
keberuntungan membuat saya dan Deva dapat menikmati jalan-jalan gila ini,
barangkali sebagai pelampiasan atas kekecewaan.
Rasa
kecewa muncul sesampainya di Asi Mbojo pada jam satu siang, pintu-pintu di sana
sudah tertutup dan terkunci. Deva masih memiliki waktu setengah hari untuk menikmati
Bima, dan saya mesti mengisi dengan hal yang terbaik. Memang tidak banyak yang
bisa dinikmati di kota Bima dalam setengah hari, tapi perjalanan menarik bisa
saja terjadi di sini. Saya teringat pada pemandangan tambak bandeng di dekat
bandara dari ketinggian. Kelihatannya begitu menarik saat kami melintasi jalan
di sana sebelumnya. Namun, pikiran
menyampaikan masalah yang akan kami hadapi jika menuju ke sana. Ya,
memang, perjalanan tidak selalu lancar, bahkan sejak dalam pikiran.