Jelajah
Bima bagian ketiga
Pagi
yang indah menyapa kota Bima dengan langit berwarna biru cerah dan awan putih
yang menari gemulai. Maklum hari sebelumnya langit bagai ditutupi jutaan atau
milyaran nyamuk yang menyembunyikan matahari di baliknya. Sepertinya hari ini
akan bersahabat untuk melakukan berbagai kegiatan di luar rumah, terutama
jalan-jalan. Setelah menunaikan sholat subuh saya dan Deva mulai melakukan
persiapan. Ya, perjalanan memang butuh persiapan seperti kendaraan membutuhkan
bahan bakar. Penting.
Jam
delapan pagi motor yang kami kendarai melaju ke arah Timur kota Bima. Jalanan
mulus dan besar, serta melewati perbukitan hijau. Pemandangan kota Bima dari
kejauhan bisa terlihat dari suatu tanjakan di tengah perjalanan. Banyak monyet
berkeliaran di sini, mungkin mereka menagih jatah kepada orang yang memanjakan
mata atas pemandangan indah dari tempat tinggal mereka.
Kurang
lebih setengah jam perjalanan kami sampai di desa Maria, kecamatan Wawo. Kami menelusuri
jalan kampung tanpa aspal yang bergelombang, di ujung tanjakan ucapan selamat
datang di komplek Uma Lengge menyambut kami. Beberapa warga dengan topi caping tampak
sibuk meratakan padi yang dijemur di halaman komplek. Sebagian lagi baru
menggelar tikar plastik dan menyandang sekarung padi di pundak mereka. Senyum
hangat dan tegur sapa renyah dari mereka menyambut kami.
Bapak
Arsyad, salah seorang warga yang bertugas menjaga komplek menjelaskan perihal
Uma Lengge dengan lancar. Uma Lengge yang asli jumlahnya sekarang tinggal dua
belas saja, selebih sudah dalam bentu Jompa yaitu rumah dengan atap genteng
atau seng yang fungsinya sama sebagai penyimpanan padi warga. Uma Lengge yang
asli di sana sudah berusia puluhan sampai ratusan tahun. Salah seorang kakek di
sana menjelaskan kalau Uma Lengge milik dia sudah bertahan selama empat
generasi.
Uma
Lengge yang asli beratap ilalang dengan kemiringan sekitar enam puluh derajat.
Hal ini bertujuan agar air hujan cepat jatuh ke tanah dan tidak merembes ke dalam.
Di ujung tiang bagian atas terdapat kayu berbentuk persegi yang dipasang
mendatar dengan panjang sisi sekitar empat puluh sentimeter yang disebut lampu. Lampu adalah teknologi anti tikus
yang sangat efektif, karena tikus tidak mampu melewati bagian datar untuk
mencapai ruangan dalam Uma Lengge. Salah satu keunikan lain dari Uma Lengge
yang mampu menampung seratus karung padi ini adalah tidak menggunakan paku
untuk menyatukan setiap bagiannya. Tiang-tiang dijaga oleh pasak serta bagian
atap diikat dengan rotan.
Saya
membayangkan akan begitu menarik jika semua bangunan di sana adalah Uma Lengge.
Atap ilalang menjulang dari sembilan puluhan Uma Lengge. Suasana masa lalu dan
karakternya tetap terjaga. Namun, kesulitan mencari ilalang untuk atap dan daya
tahannya yang tidak begitu lama membuat masyarakat mengganti atapnya dengan
genteng dan seng. Menurut pak Arsyad ilalang untuk atap Uma Lengge bisa
didapatkan di daerah Wera dan Dompu, karena itu beliau sangat mengharapkan
bantuan dari Dinas Pariwisata setempat untuk membantu, seperti yang pernah
dijanjikan sebelumnya.
Menurut
saya komplek Uma Lengge tidak hanya sakadar kumpulan bangunan penyimpan padi
penduduk, tapi lebih dari itu. Uma Lengge menjadi wadah sosial masyarakat. Saat
menjemur padi para ibu-ibu saling bercengkrama di bale-bale Uma Lengge,
begitupun para pria bersenda gurau sesamanya seperti yang kami temukan saat di
sana. Memang menurut sejarah yang saya baca dan cerita dari beberapa warga,
sejarahnya Uma Lengge dibangun adalah untuk menyimpan bahan makanan dalam
menghadapi musim paceklik. Sepertinya fungsi itu berkembang dan menjadi objek
wisata yang patut mendapat perhatian serius untuk dijaga.
Nenek
Halimatul Sa’diah menceritakan prosesi upacara menaikan hasil panen ke Uma
Lengge kepada kami dengan berapi-api. Seperti menaikan padi pertama yang
diperlakukan seperti menggendong bayi. Lalu disusul oleh padi berikutnya yang
sudah diikat dengan cara dilemparkan dari bawah. Begitu juga perlakuan khusus
untuk padi yang dimasukan ke dalam karung. Tidak boleh diletakan begitu saja,
tapi dilakukan dengan sebaiknya. Sangat masuk akal, karena ruang penyimpanan
itu terletak di lantai dua dan semua bahannya adalah kayu yang harus selalu
dijaga kekuatannya. Saya merasa beruntung sekali dapat melakukan simulasi semua
proses itu.
Selama
perjalanan, saya akan tahu lebih banyak hal dan lebih paham ketika saya tidak
hanya melihatnya, tapi juga harus merasakannya.
Minggu,
3 Mei 2015. Bima
Kenapa menaikan padi pertama seperti menggendong bayi ??? apa filosofi makna nya
BalasHapusSemacam penghargaan dan rasa syukur terhadap hasil panen, padi yang dipilih merupakan batang dengan bulir terbaik dan terbanyak.
BalasHapus