Ada
dua hal yang belum saya tuntaskan pada saat kunjungan pertama di Lombok. Dua
hal ini hukumnya wajib menurut saya. Pertama, mendaki Rinjani. Kedua,
snorkeling di Gili Kondo dan sekitarnya, yaitu Gili Petagan, Gili Bidara, dan
Gili Kapal. Gunung Rinjani adalah keindahan terbaik yang terletak di ketinggian.
Sedangkan Gili Kondo dan sekitarnya adalah keindahan terbaik bawah laut Lombok.
Sempurna.
Saya
sangat bersuka cita menyambut kesempatan mengunjungi Gili Kondo, saat menemani
hari terakhir liburan si Irviene selama di Lombok. Bersama delapan orang teman
lainnya dari Rumah Singgah Lombok Backpacker kami berangkat dari Mataram.
Perjalanan ke Gili Kondo searah dengan perjalanan ke Pelabuhan Khayangan. Membutuhkan waktu sekitar dua
setengah jam menggunakan sepeda motor.
Tengah
hari kami sampai di pelabuhan penyeberangan ke Gili Kondo dan sekitarnya.
Sekitar lima belas menit perjalanan dengan perahu kami sampai di Gili Petagan. Air
laut sedang pasang. Jadi kami bisa melewati labirin sederhana tumbuhan bakau.
Di ujung labirin bakau, perahu yang kami tumpangi berhenti. “Sudah sampai, mas.
Silahkah cek di bawah” kata bang Jepri, pengemudi perahu sekaligus guide kami. Dari atas dasar laut tampak
kehijauan. “Wooowww....” saya berteriak saat pertama kali melihat keindahan
bawah laut di sini.
Terumbu
karang tumbuh rapat. Berbagai bentuk, berbagai warna memanjakan mata. Belum ada
tanda-tanda kerusakan. Ratusan bahkan ribuan ikan berbagai jenis berdatangan
menyambut kami. Mungkin mereka sudah terbiasa diberi makan. Ketika remahan roti
kering saya lepaskan dari genggaman, jumlah ikan yang datang semakin banyak.
Bermacam-macam ukuran, warna, dan jenis dapat dilihat dari dekat, bahkan
beberapa ekor menggigit tangan dan bekas luka di kaki saya.
Radius
lima puluh meter dari tempat perahu berhenti dapat dijelajahi untuk snorkeling. Area yang cukup luas. Karena
itu sebagian besar waktu kami dihabiskan di sini. Hal lain yang membuat nyaman snorkeling di sini adalah dasar laut
yang relatif datar, dan tidak adanya palung, serta arus yang tenang.
Perahu
yang kami tumpangi kembali melaju ke tujuan berikutnya. Gili Kapal. Pulau pasir
kecil yang landai. Sewaktu kami sampai, hanya seluas setengah lapangan bulu
tangkis bagian pasir yang tidak tersentuh air laut. Tidak ada apa-apa di pulau
ini selain dari pasir dan pecahan terumbu karang. Semua rombongan turun dan
bersuka ria di sini. Ada yang berlompatan jungkir balik, melakukan
gerakan-gerakan yoga, merebahkan diri di pasir landai berwarna putih sambil
sesekali dibelai ombak kecil, dan tentu saja berfoto adalah kegiatan utama di
sini. Inilah yang menjadi keunikan dari pulau yang serasa jadi milik sendiri.
Hari
menjelang sore, matahari mulai merapat ke balik Rinjani di sisi barat. Kami
sampai di Gili Bidara. Dermaga yang kesepian menyambut di sini. Saya memilih snorkeling dengan dua orang lainnya di
sekitar dermaga, sedangkan teman-teman yang lain memilih mengambil foto di
beberapa bagian pulau. “Sudah puas snorkeling
di Petagan tadi, bang” kata salah satu dari mereka. Berbagai jenis ikan juga
dapat ditemui di sini. Termasuk koloni ikan kecil berwarna hijau yang tampak
menarik di antara hijaunya rumput yang banyak tumbuh di dasar laut. Area untuk snorkeling tidak begitu luas. Palung
yang berwarna biru gelap dapat menciptkan ketakutan.
Matahari
sudah disembunyikan Rinjani di balik tubuhnya. Langit tampak keunguan dengan
semburat warna kuning. Kami sampai di Gili Kondo dan bersiap mendirikan tenda dan memasak nasi untuk
makan malam. Saat itu ada dua rombongan dari penduduk sekitar yang juga
berkemah di Gili Kondo. “Kalau hari kerja biasanya hanya tamu saja yang
menginap di sini, mas” kata bang Jepri. Menjelang malam kami sudah mengumpulkan
kayu kering untuk membakar ikan yang telah dipesan sebelumnya.
Dua
ekor ikan sejenis tongkol seukuran satu depa kami dapatkan dengan harga lima
puluh ribu. Ikan itu sudah dibersihkan dan diberi bumbu, dilengkapi sebotol
sambal untuk menikmatinya dengan nasi. Kami duduk melingkar menikmati dua ekor
ikan yang diletakkan ditengah-tengah. Selain dari rasa ikan dan sambalnya yang
enak, kebersamaan dari teman-teman yang baru dikenal beberapa hari sebelumnya
menambah kenikmatan. Seolah-olah menjadi makan malam paling enak selama di
Lombok.
Besok
paginya kami bangun disambut sunrise dari arah Gili Bidara di sisi Timur. Suatu
keindahan penutup sebelum bang Jepri datang menjemput untuk pulang. Kami berdelapan
yang menginap di sana berasal dari berbagai tempat. Saya dan Irviene dari
Jakarta, Ratih dan Cita dari Bandung, Nia dan Putri kakak beradik dari Bali,
Awan dan Ika dari Sumbawa, sedangkan mbak Eva dan bang Zul sudah duluan pulang
ke Mataram. Kami sepakat kalau Gili Petagan adalah salah satu tempat terbaik untuk
snorkeling di Lombok.
Setelah
sampai di Rumah Singgah Lombok Backpacker dan menceritakan pengalaman kami di
Gili Kondo, bang Yonk salah seorang admin Lombok Backpacer yang sering ke sana
mengatakan “Ada tiga tempat lagi yang tidak kalah bagusnya dari sana (Gili
Petagan), satu di Gili Kondo dan dua lagi di sekitar Petagan”. Kami ternyata
baru menikmati salah satu saja dari beberapa tempat terbaik untuk snorkeling di sana. Hal ini disebabkan
kami mengambil paket 85 ribu/orang, untuk dapat menikmati semuanya harus membayar
sebesar 125 ribu/orang.
Beberapa
tempat yang belum sempat dikunjungi itu menjadi salah satu alasan untuk kembali
lagi ke Lombok. Lombok seakan tiada habisnya untuk dinikmati. Rinjani sicantik
yang selalu bikin rindu, belasan air terjun yang belum sempat dikunjungi, dan
puluhan gili serta pantai-pantai yang belum sempat dijelajahi.
Selasa, 23 Juni 2015. Labuan
Bajo
Ini
adalah cerita tentang tempat-tempak menarik di Lombok yang telah saya datangi.
Hati-hati buka link-nya. Berbahaya!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbagi kontak nya dong kak guri sharing tips nya ?? :)
BalasHapusTulisannya dan fotonya menarik mas..
BalasHapusOh iya, di tulisan mas diatas ada bercerita tentang bagaimana ikan2 tersebut menghampir mas karena tertarik dengan roti yang mas bawa (fish feeding). Kalau boleh sharing, roti itu mengandung ragi yang dapat merusak terumbu karang. Kalaupun mas mau fish feeding mungkin bisa diganti dengan makanan yang lebih ramah lingkungan (tidak mengandung ragi dan juga minyak) atau yang memang sesuai dengan rantai makanan.
Anyway, ada hal lain yang saya share, menurut beberapa orang konservasi yg ortodok, mereka beranggapan kalau semua yang ada di alam diharapkan asli (terjadi) apa adanya, sehingga tidak mengganggu ekosistem laut. Menurut mereka fish feeding itu dapat menggangu insting/naluri ikan dalam mencari makan. Mungkin hal tersebut (insting) tak langsung terganggu seketika, namun jika terjadi terus menerus dan dalam jumlah berlebihan dikhawatirkan dapat terganggu.
Selamat berpetualang
Cheers
Terima kasih info mas Adam. Saya baru tahu informasi tentang ini. Kira-kira makanan yang ramah lingkungan itu apa ya?
BalasHapus