Bagian kedua: Indahnya
Gili Lawa dan mendebarkannya bersampan tengah malam
Kejutan
yang hadir dalam perjalanan kerap kali di luar yang dapat dibayangkan. Berawal
dari bertegur sapa dengan bang Ary dan bercerita sejenak. Akhirnya saya bisa
ikut trip dengan kapal beliau. Setelah sholat Dzuhur di kapal pak Hussen, saya
memindahkan tas berisi pakaian ke kapal bang Ary di sebelahnya. Kapal akan
berangkat jam dua siang membawa rombongan dari Jakarta. Dua mobil berhenti
di depan kapal. Seorang lelaki bertubuh agak gemuk turun dan melangkah dengan
penuh semangat ke kapal. Beliau adalah bang Reno, tour leader dari Dolan Karo Konco yang memakai baju bertuliskan “Travel Warning: Indonesia Dangerously
Beautiful”
Jangkar
ditarik dan diikatkan ke haluan kapal. Suara mesin kapal terdengar bersemangat
meninggalkan dermaga. Langit biru terang. Kapal menuju ke utara. Gili Lawa adalah tujuan pertama. Kami
sampai setelah dua setengah jam perjalanan menyusuri gugusan pulau di sekitar
Labuan Bajo. “Lu turun temenin tamu gua ya, bawa kamera ini” kata bang Reno
sambil menyerahkan Go Pro miliknya. “Siaaap, bang” jawab saya penuh semangat.
Matahari
mulai mendekati horison saat kami sampai di bukit kecil di sisi barat Gili
Lawa. Serombongan turis luar tampak asik berfoto di puncak yang
bersebelahan dengan selat kecil Gili Lawa. Dari puncak ini Gunung Sangiang
tampak di kejauhan. Menjadi siluet yang tenang. Langit disapu warna keemasan
dan pantulan cahaya matahari memanjang di permukaan laut. Angin bertiup sejuk,
membawa kedamaian di penghujung siang. Keindahan dari puncak ini menjadi pemanasan dari keindahan Gili Lawa
keseluruhannya.
Kami
turun saat langit telah diselimuti gelap. Perahu fiber yang akan membawa ke
kapal menunggu di bibir pantai. Setelah sampai di kapal, tamu disambut hidangan
makan malam yang lezat, salah satunya adalah cumi asam manis. Bulan purnama
bergerak perlahan di balik bukit. Sekumpulan kecil awan membingkai keindahannya
di bawah langit biru tua. Para tamu tampak sangat menikmati suasana tenang di
atas kapal. Jauh dari kebisingan dan kerumitan ibu kota.
Jam
setengah enam kami mulai berjalan, setelah menuntaskan sarapan dan sholat
Subuh. Jalan tanah di sisi timur akan mengantar ke puncak tertinggi di Gili
Lawa. Sejak di pertengahan jalan, pemandangan indah Gili Lawa sudah bisa dinikmati
dalam remang cahaya. Sesampai di puncaknya, matahari telah menampakkan diri.
Pantulan cahayanya membentuk garis memanjang di permukaan laut. Dari sini kapal
yang kami tumpangi bisa ditutup dari pandangan dengan satu jari, arus air di
selat membentuk warna yang kontras dengan sekitarnya. Angin berhembus pelan.
“Bersihin paru-paru di sini, seger banget” celetuk seseorang dari rombongan
sambil menarik napas dalam-dalam.
Dari
puncak inilah pada umumnya foto-foto Gili Lawa yang beredar di media sosial
diambil. Setelah itu rombongan turun mengambil jalan memutar ke sisi Barat yang
lebih landai. Saya berpisah dari rombongan dengan mengambil jalan ke sisi
timur. Ada teluk kecil yang menarik perhatian. Jalan tanah tidak begitu jelas,
karena jarang dilewati. Rumput menyembunyikan batu-batu di bawahnya. Penting
sekali jika melewati jalan ini menggunakan sepatu. Saya berhenti di ujung bukit
di atas teluk. Satu kapal Phinisi berdiam di sana menunggu penumpangnya yang
mungkin sedang menyelam di bawahnya. Tempat ini begitu tenang dan indah. Teluk
kecil ini dipagari bukit di sekitarnya, bahkan dari satu sudut pandang
menyerupai laguna.
Langit
sudah benar-benar terang saat kami sampai di kapal. Sarapan telah menyambut.
Manta Point adalah tujuan berikutnya. Kami berenang dalam rombongan untuk
saling menjaga keselamatan, karena arus di sini yang cukup kuat dan bisa datang
tiba-tiba. Satu ekor manta atau ikan Pari terlihat berenang pelan di dasar laut dengan kedalaman sekitar sepuluh meter. Kami mengamati beberapa saat, lalu arus
yang cukup kuat datang. Kami berenang mengikuti arus, dan kapal sudah menunggu di
depan.
Matahari
hampir sejajar dengan kepala saat kapal mulai berjalan. Tujuan berikutnya Pink
Beach atau Pantai Merah. Para tamu berangkat dengan perahu kecil ke
bibir pantai, saya terjun dari atap kabin kapal ke laut. Sensasi melompat dari
ketinggian sekitar lima meter begitu mengasikkan. Belajar dari pengalaman
hampir tenggelam sebelumnya, kali ini saya snorkeling
menggunakan pelampung. Arus lebih kuat dari hari sebelumnya di sini, dan airnya
cukup keruh hingga mempengaruhi jarak pandang. Tapi terumbu karangnya masih tetap
indah dengan ikan-ikannya.
Perjalanan
hari itu masih terus berlanjut. Loh Liang menjadi persinggahan berikutnya. Ini
adalah kali ke empat saya ke sini. Sementara para tamu trekking untuk melihat
komodo, saya menikmati In a Strange Room karya Damon Galgut kiriman Buka Lapak Buku di atas kapal. Setelah itu menikmati sore di dermaga beton dengan
mengambil beberapa foto sambil menunggu tamu yang baru pulang menjelang magrib.
Mereka membawa cerita hanya dapat melihat satu ekor kadal besar itu karena
sedang musim kawin. Langit mulai gelap. Kapal bergerak menuju Pulau Kalong
untuk beristirahat menjelang besok pagi.
Saya
membantu menyiapkan makanan buat para tamu di dapur kapal. Malam ini hidangannya istimewa yaitu ikan bakar, gado-gado, kentang goreng dan beberapa pilihan menu
lainnya. Setelah itu saya mengikuti ABK kapal membeli ikan ke perahu bagan
dengan sampan kecil. Rasa ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru adalah dorongan
terbesarnya. Sampan dengan panjang sekitar tiga meter dan lebar setengah meter
kami tumpangi bertiga. Di awal naik sampan bergoyang kencang, seakan kami
bertiga akan tercebur ke laut. Setelah itu perlahan saya bisa menyeimbangkan
diri dengan duduk bersimpuh di tengahnya.
Air
laut cukup tenang malam itu, sampan kecil yang kami tumpangi melaju dengan
kejutan-kejutan kecil dari goyangannya. Bibir sampan hanya berjarak beberapa
jari saja dari permukaan laut. Saya memikirkan tindakan apa yang akan dilakukan
jika sampan ini terbalik. Tapi semua itu tidak terjadi. Kami kembali ke kapal
dengan membawa ikan segar yang baru saja ditangkap.
Melakukan
hal-hal baru yang cukup menantang membuat saya bergairah. Menyadarkan diri
betapa banyak hal-hal yang dapat dilakukan untuk menambah warna kehidupan.
Bangkit melepaskan diri dari kehidupan monoton dan rasa nyaman rutinitas, membuat hidup terasa memasuki lembaran baru. Lembaran yang memiliki kejutan di
setiap ceritanya. Cerita inilah yang akan menciptakan kebahagiaan dari
melakukan sesuatu, dan menghindari penyesalan karena tidak melakukan apapun.
Bersambung...
Minggu, 9 Agustus
2015. Labuan Bajo
Kayanya tau neh trip yang ditulis iniii.. :D hahaha! ditunggu lanjutannya :)
BalasHapusKayaknya saya juga tahu ini siapa yang komentar. Hahahaha.
BalasHapusSungguh pengalaman yang eksotis, Kakak. Keindahan Labuan Bajo yang membius, jadi pupuk subur menumbuhkan rasa ingin tahu :)
BalasHapusWah...kalau gitu segeralah ke Labuan Bajo, Evi. Flores memang indah, dan Labuan Bajo hanyalah bagian kecilnya.
HapusBaru aja beberapa waktu yang lalu tugas interpreter meeting tentang labuan bajo. Penasaran kayak apa tempatnya, setelah baca ini jadi pingin ke sana! Ditunggu kisah perjalanan selanjutnya :-)
BalasHapusLabuan Bajo memang memiliki pesona yang unik dengan gugusan pulaunya. Dan pulau-pulau itu memiliki keindahan tersendiri.
HapusWah,, sungguh mengagumkan mengikuti cerita perjalanan :Langkah Jauh. Kalimat bak mantra berhasil menyihir aku ikut kedalam sana, ikut snorkling bersama, ikut didapan kapal. Keren..
BalasHapusSalam,
@ranselahok
www.ranselahok.com
Terima kasih Ransel Ahok. Saya mencoba berbagi apa yang saya lihat dan rasakan selama perjalanan melalui blog ini. Sering-seringlah main ke sini, aku juga akan berkunjung ke blog mu.
HapusKeren bang cara nulisnya
BalasHapusSerasa ada disana deh
Jadi ngiler cepet2 kesana...
Segeralah ke sana, Flores punya keunikan tersendiri..
Hapusduh... ngileeeeerrrr! Salah satu 'to do list' aku sebelum tutup usia tuh ya.. ke Flores! Moga aja beneran bisa kesana :D
BalasHapusSemoga segera bisa ke Flores ya. Amiiiiin..
HapusKereen, Kak! Labuan Bajo selalu memukau :)
BalasHapusBenar, Labuan Bajo juga memiliki tempat-tempat menarik untuk menikmati sunset dan gugusan pulau untuk dijelajahi.
HapusBagussssssss cerita dan foto-fotonya. Doain bisa jalan-jalan kesana ya :)
BalasHapusTerima kasih Satya.
HapusWah...kamu waktu ke Ende kemarin gak sempat mampir ke sini yah? Semoga segera tercapai ya. Amiiin..