: Jalan-jalan pertama di kampung
Komodo.
Sabtu
sore tanggal 15 Agustus 2015 saya diajak pak Suhardi jalan-jalan sore ke ujung
kampung. Beliau menyebut tempat itu dengan Kalong. Kalong merupakan teluk kecil
yang terletak di bagian selatan kampung Komodo, di teluk ini biasanya
kapal-kapal bermalam saat berlayar ke pulau Komodo dan sekitarnya. Pohon bakau
yang tumbuh memagari teluk ini menjadi sarang bagi ribuan kalong yang
menghadirkan pertunjukan menarik setiap sore dan pagi hari.
Perjalanan
menuju Kalong ditempuh selama tiga puluh menit jalan kaki. Melewati dasar laut
yang mengering karena surut, lalu melintasi hutan bakau. Akar-akar pohon bakau
menjadi hal menarik selama perjalanan. Bentuknya yang berpilin-pilin dan warna
yang muram terasa menghadirkan suasana seram. Saya mengucapkan bacaan
“basmallah” sebelum mengambil foto akar-akar tersebut karena takut.
Keluar
dari hutan bakau, sabana yang kekuningan menyambut kami. Rumput-rumput dan
pepohonan yang tumbuh jarang itu begitu menarik untuk diabadikan. Saya meminta
pak Suhardi mengambil foto saya saat berada di sabana itu. Selanjutnya kami
pergi ke arah hutan bakau yang menjadi tempat tidur ribuan kalong itu. Ribuan
kalong yang biasanya keluar menjelang sore itu tidak dapat ditemukan, walaupun
langit mulai kemerahan. Kami memilih pulang agar tidak kemalaman saat sampai di
rumah.
Saya
dan pak Suhardi kembali menempuh jalan yang sama untuk perjalanan pulang.
Beberapa ekor babi hutan tampak mencari kerang di dasar laut yang mengering.
Mereka menjauh lalu berlari kencang ketika melihat kehadiran kami. Di pantai di
ujung kampung saya bertemu dengan mama Wahyu yang baru selesai miti, yaitu mencari tiram yang menempel
di batu karang untuk makan malam. Malam itu saya makan malam dengan sop tiram
hangat yang lezat. Aih...
Pagi
hari Minggu saya datang ke masjid untuk menemui Zaki yang sudah saya kenal
sejak di Labuan Bajo, seorang dai yang mengajar mengaji dan ilmu agama di
kampung Komodo. Sesampai di sana saya mengetahui ternyata dia sedang di pulau
Lasa dengan beberapa anak didiknya. Saya kembali ke rumah dan menanyakan cara
agar bisa sampai ke pulau Lasa. Wahyu, anak tertua pak Suhardi meminjam kano
kepada tetangganya. Setelah membeli air minum dan sebungkus biskuit saya dan
Wahyu menuju pantai dan mulai mendayung kano ke arah pulau Lasa yang terletak
di seberang kampung Komodo.
Sesuatu
yang kelihatannya mudah belum tentu sama ketika dirasakan. Saya mengambil alih
dayung kano dari Wahyu pada awal perjalanan. Haluan lurus ke arah pulau Lasa
menjadi suatu hal yang susah. Seringkali kano berbelok ke kanan atau kiri
bahkan berputar. “Sini pak, biar saya dayung” Wahyu tampak tidak sabar ingin
mengambil alih kemudi. “Nanti saja, biar saya dayung dulu sekalian belajar.
Masa kamu bisa, saya nggak?” akhirnya
kano sampai juga di bibir pantai pulau Lasa dengan jalan berkelok-berkelok.
Pasir
putih bersih dan landai menyambut, serta air sebening kristal memberi
kesempatan pada mata untuk melihat dasar laut dan ikan yang berenang di
dalamnya. Pantai yang menghadap ke kampung Komodo ini kurang lebih seluas
lapangan bulu tangkis dengan dipagari tebing di belakangnya, serta onggokan
batu karang di salah satu ujungnya. Hamparan rumput yang kekuningan karena kemarau
dan beberapa pohon yang tumbuh tegar adalah komposisi yang menutupi pulau kecil
ini. Saya dengan Wahyu serta beberapa anak-anak kampung Komodo lainnya
menjelajahi pulau ini sampai ke sisi sebaliknya. Pasir putih, air sebening
kristal, batu-batu karang, serta tumpukan sampai di bibir pantai juga turut
menyambut. Saya menyadari kalau pulau kecil ini sangat indah, hanya sampah saja
yang merusak keindahannya. Beberapa turis luar kabarnya sering melakukan
perkemahan di sini, serta Jebraw dan tim Jalan-jalan Man juga pernah makan
malam di pulau Lasa ini.
Setelah puas menjelajahi pulau ini, saya kembali ke pantai di awal. Saatnya memulai penjelajahan selanjutnya. Saya mengajak Wahyu mengelilingi pulau yang luasnya kira-kira satu setengah kali lapangan bola kaki dengan kano. Jalan kano mulai lurus sesuai keinginan. Tantangan datang dari gelombang yang mulai membesar. Kano bergoyang kencang dan haluannya terasa lebih susah diarahkan karena berlawanan dengan arus. Saya memutuskan untuk menghentikan setengah perjalanan mengeliling pulau ini dan kembali ke kampung Komodo.
Perjalanan pulang ke kampung Komodo bertepatan dengan air
pasang, artinya kami melawan arus selama perjalanan. Saya bergantian mendayung
kano dengan Wahyu di tengah gelombang yang makin besar. Sekitar setengah jam
mendayung kami sampai di dermaga. Berenang dan melompat-lompat dari dermaga
kayu adalah kegiatan impian saya sebelum sampai di kampung Komodo. Hari itu
impian yang saya pendam akhirnya terujud. Bergantian melompat dan beradu salto
dengan Wahyu membuat saya merasa kembali menikmati masa kanak-kanak yang
menyenangkan. Bersenang-senang dengan alam dan tertawa lepas di dalamnya. Aih...sungguh bahagia rasanya.
Kancing
celana saya putus dan resletingnya rusak hingga memaksa kami segera mengakhiri
kegiatan yang menyenangkan ini. Saya pulang dengan tangan mengenggam ujung
celana agar tidak kedodoran. Jika saja usia saya sama atau dibawah Wahyu,
mungkin saya akan melepas celana itu dan pulang ke rumah hanya dengan memakai
celana dalam, begitulah hanyalan selama perjalanan ke rumah. Masa kanak-kanak
yang menyenangkan, dan betapa beruntungnya ketika orang dewasa bisa kembali
pada masa itu.
Tabik!
Minggu, 13 September
2015. Kampung Komodo.
Beruntung sekali bisa bernostalgia ke masa kanak-kanak. Setelah baca postingan ini saya jadi teringat jaman kecil yang sering bermain adu salto di sungai sambil ngambang di potongan pohon pisang. :D
BalasHapusNgomong-ngomong Pulau Lasa cakep juga ya bang :)
Iya, sangat beruntung. Wah...kamu memiliki masa kecil yang seru. Silahkan kamu nilai cakep atau tidaknya dari deskripsi dan foto yang saya tampilkan :)
HapusIhik ihik ihik .... waktu ke bajo ngak mampirke kampung nya
BalasHapusWah..sayang sekali. Lain kali coba mampir kak.
Hapuscatet! berarti harus mampir ke kampung bajo ya :)
BalasHapusIya mas. Kalau ikut kapal orang kampung Komodo juga bisa menginap di sini buat merasakan suasana kampungnya lebih dalam. Menikmati pagi yang riuh dan hangat di sini sambil. Menikmati sunrise dari ujung dermaga adalah pilihan menarik lainnya.
Hapus