Pagi
ini siswa-siswa di kampung komodo bersiap dengan seragam terbaik mereka. Putih
merah, putih biru, dan putih abu-abu berkumpul menuju satu titik, yaitu
lapangan di depan sekolah untuk mengikuti upacara 17 Agustus 2015. Saya
terpaksa melewati upacara kemerdekaan kali ini karena harus mendapatkan
tumpangan ke Pantai Merah yang hanya tersedia saat pagi. Setelah mengeratkan
ikatan tali sepatu, saya berjalan ke arah dermaga mengikuti bang Deni, pemilik
perahu ojek yang beroperasi di Pantai Merah. Di Pantai Merah saya akan bertemu
dengan rombongan teman-teman dari Bandung.
Perahu
yang saya tumpangi mengarah ke Kalong untuk mengantarkan pesanan oli salah satu
perahu di sana. Berawal dari diminta memutar haluan saat bang Deni menghidupkan
mesin, akhirnya saya mengemudikan perahu sampai ke Panta Merah. “Kita sudah pandai bawa perahu ya” kata bang
Deni saat kami hampir sampai. “Sudah latihan beberapa kali, bang, sejak dari
Bima dulu” jawab saya sambil tertawa. Tidak ada siapa-siapa saat saya
menjejakkan kaki di pasir yang kemerahan itu. Pohon di sisi kiri pantai menjadi
pilihan saya untuk duduk menunggu, sambil menikmati Pangeran Bahagia-nya Oscar
Wilde.
Bukit
yang melintang di belakang Pantai Merah menarik perhatian saya setelah satu jam
pertama. Saya menempuh jalan yang sudah ada, namun tidak sejelas jalan menuju
dua sisi bukit di kiri dan kanan pantai. Jalan yang mengantarkan sampai ke
puncak tidaklah begitu berat. Setelah sampai di atas, pemandangan Pantai Merah
yang melengkung dengan diapit dua tanjung kecil terlihat keseluruhan. Air laut
yang biru terang, padang rumput dan beberapa pohon yang tumbuh disekitarnya,
kapal-kapal wisata yang berdiam menunggu penumpang, serta speed boat yang melaju
kencang dengan meninggalkan buih air yang panjang di belakangnya adalah
keindahan yang saya nikmati saat itu. Satu hal lagi yang menarik dari puncak
bukit ini adalah jaringan internet yang tersedia penuh.
Tidak
puas hanya sampai di puncak bukit ini, saya turun ke lembah kecil di sisi
belakangnya. Lembah ini berbentuk segitiga yang diapit dua bukit, serta sisi
satunya langsung menghadap ke laut. Saya menimbang-nimbang resiko yang akan
dihadapi, bertemu komodo, ular, atau babi hutan. Saya perhatikan permukaan
jalan yang ditempuh hanya ada kotoran rusa dan kijang serta jejak babi hutan,
tidak ada kotoran komodo yang seperti cat putih tumpah itu. Hal inilah yang
membuat saya dapat melanjutkan perjalanan dengan tenang, selain dari menempuh
jalan tanah yang tampak jelas karena sering dilewati.
Melintasi
sabana dengan rumput setinggi pinggang, saya berusaha lebih waspada pada
rimbunan semak dan pohon yang bisa saja menjadi tempat beristirahat ular atau
komodo dari cuaca panas. Dengan kehati-hatian tingkat tinggi akhirnya saya
sampai di bibir pantai yang lengang itu. Pantai ini memiliki pasir yang halus
berwarna putih. Airnya begitu jernih hingga dapat melihat bebatuan dan karang
yang ada di bawahnya. Sampah-sampah
menumpuk di semak-semak di bibir pantai karena dihanyutkan ombak. Jejak
babi hutan menjadi corak dari kepolosan pasir pantai ini. Saya duduk berteduh
di bawah pohon dekat tebing. Menikmati kesendirian yang tenang dan damai,
dengan sedikit kecemasan terhadap ular atau komodo datang dari belakang.
Pantai yang lengang |
Setelah
puas menikmati pantai yang sepi dan bersendiri saya kembali ke Pantai Merah.
Mengambil jalan menyisir di lereng bukit ke arah kanan. Tanjakannya awalnya
sedikit curam, namun setelahnya jauh lebih mudah. “Ke mana, guys? Seseorang menyapa saat saya
berjalan menuju gazebo untuk beristirahat. Ternyata Ovela dari Salam Ransel sedang
mendampingi rombongan tripnya. Bertemu dengan Ovela adalah suatu berkah yang
menyelamatkan saya dari rasa haus, setelah menjelajah Pantai Merah sendirian
dengan tidak membawa air minum.
Jam
sudah menunjukkan jam satu siang. Saya berteduh di bawah pohon dekat gazebo
sambil kembali membaca buku. Kapal-kapal wisata datang dan pergi, pengunjung
pantai makin ramai. Satu jam berikutnya hanya ada beberapa kapal yang tersisa,
pantai mulai sepi. Perut mulai terasa lapar, air mineral tinggal sedikit. Tidak
jauh dari tempat saya duduk, sepasang turis asing bercumbu hangat di atas pasir
yang landai. Duh...
Dua
jam berikutnya kapal yang saya tunggu baru tampak memasuki Pantai Merah.
Sepasang penumpangnya tampak sedang asik berjemur di kursi santai di dek atas.
Mereka adalah Raisa dan Harival yang merupakan admin dari akun @travellerbaper
yang saya kenal via Instagram. Setelah berkenalan dengan rombongan yang lain
saya meluncur ke dapur kapal untuk makan siang terlebih dahulu. Setelah itu
menemani mereka trekking di Pantai Merah.
Lepas
dari Pantai Merah kapal menuju Pulau Padar melalui sisi sebelah timur.
Pengalaman paling mendebarkan selama pelayaran terjadi di Selat Lintah. Selat
Lintah ini adalah tempat bertemunya arus dari segala arah. Arus yang bertemu kadang
menyerupai lambang Yin Yang di permukaan laut, membentuk garis yang
bertubrukan, serta membentuk pusaran-pusaran dengan lobang di tengahnya. Langit
yang mulai gelap serta angin bertiup kencang membuat suasana melewati daerah
ini begitu berkesan.
Kami
sampai di Pulau Padar saat langit hampir gelap seutuhnya. Tidur di Pulau Padar
memberi kesempatan untuk saling berbagi dan bercerita, karena jaringan internet
yang tidak tersedia. Keadaan ini dapat memaksa untuk menjadi lebih sosial dalam
dunia nyata. Malam itu kami bercerita panjang lebar sehabis makan malam.
Keceriaannya malam itu ditutup oleh suara letusan kembang api dan kilauan
cahayanya yang indah.
Cahaya
kuning kemerahan merambat perlahan dari sisi Timur. Rombongan yang berjumlah
sebelas orang bersiap untuk mendaki Pulau Padar. Sampan kecil telah bersiap
mengantarkan ke bibir pantai. Matahari dengan anggun keluar dari balik bukit
diikuti kereta cahayanya. Sampan kecil yang membawa penumpang lainnya mengapung
di atas cahaya pagi. Pagi menjadi serpihan waktu yang setia menghadirkan
keindahan.
Perjalanan
kali ini adalah yang kedua kalinya saya ke Pulau Padar. Keindahannya tetap
terasa menakjubkan. Lekuk pantainya, bukit-bukit kecil yang cantik, warna air
di masing-masing pantainya, serta udara sejuk yang bersih adalah kenikmatan
yang tidak bisa didustakan. Belajar dari pengalaman pertama ke sini memakai
baju bewarna gelap, hingga kelihatan berkamuflase dengan latar belakangnya,
kali ini saya memilih warna putih terang agar terlihat jelas saat difoto. Bagi
kamu yang ingin ke Pulau Padar, silahkan anggap menggunakan pakaian yang
berwarna terang sebagai tips agar terlihat menarik dalam foto.
Cahaya
matahari mulai terasa hangat, kami kembali ke kapal. Di kapal sarapan telah tersedia sebelum memulai pelayaran ke
Pulau Rinca. Rombongan lumba-lumba muncul dan bermain di sekitar kapal. Bang
Ary mengurangi laju kapal dan mengarahkan haluan membentuk lingkaran sebagai
tempat bermain lumba-lumba. Sekitar seperempat jam pertunjukkan alam ini dapat
kami nikmati bersama. Pagi yang makin indah. Ah...
Menjelang
siang kami sampai di Pulau Rinca yang pada saat itu sangat ramai, hingga harus
antri menunggu ranger untuk mendampingi. Setelah melihat beberapa ekor komodo
di dekat dapur TNK, jalur medium yang melintasi savana dengan pemandangan teluk
serta dermaga mulai kami tempuh. Jalan tanah yang membelah padang rumput yang
tampak kekuningan begitu menarik dalam kamera, serta pohon-pohon yang tumbuh
tegar sendirian di tengahnya. Langit sangat cerah namun tidak terasa gerah,
karena angin yang terus berhembus membawa kesejukan.
Pulau
Kelor menjadi tujuan selanjutnya. Pulau yang memiliki tanjung kecil dikelilingi
pasir putih dan terumbu karang yang indah mejadi tujuan terakhir sebelum pulang
ke Labuan Bajo. Saya, Raisa, Harival, Asha, Baday, Peri, Nadiyya mendaki ke
bukit kecil di sana sementara yang lain memilih untuk snorkeling. Dari puncak bukit ini mata disambut oleh pemandangan
tanjung kecil dan pasir putihnya, terumbu karang yang tampak di bawah permukaan
laut, kapal-kapal kayu yang terapung tenang, biru lautan yang syahdu, serta
bukit-bukit di daratan Flores yang berwana hitam dan kekuningan.
Setelah
turun, Raissa memasang hammock untuk
bersantai menikmati keindahan dan ketenangan Pulau Kelor. Saya, Harival, Onix,
Asha dan juga Eza serta Baday bersenang-senang dengan melompat dari atas dek
kapal. Sekali, dua kali, dan berkali-kali kegiatan melompat ini makin terasa
menyenangkan. Setelah itu Eza, Baday, dan Asha bermain sampan dengan lucu
hingga mengocok perut kami yang melihatnya. Tidak terasa hari hampir sore dan
saya menyempatkan untuk snorkeling.
Pulau
Kelor memiliki keunikan tersendiri dalam hal snorkeling, mungkin beberapa orang pernah merasakan digigit ikan di
sini . Hampir setiap tahunnya selalu ada parrot fish yang bertelur di terumbu karang yang tumbuh di sekitar Pulau
Kelor. Parrot fish ini akan menjaga telurnya dari orang-orang yang berenang di
sekitarnya, dengan gelagat ingin menyerang dan sesekali menggigit.
Langit
mulai berwarna keemasan sedangkan diri masing-masing diselimuti kepuasan dari
perjalanan. Bang Ary sang kapten mengarahkan haluan seakan mengejar matahari
yang hampir tenggelam di lautan. Senja yang indah seakan tidak mau tenggelam
dalam perasaan.
Kapal
yang kami tumpangi mendekati dermaga Labuan Bajo. Beramai-ramai kami mengagumi
keindahan Labuan Bajo dilihat dari laut saat malam hari. Lampu warna-warni dari
bangunan yang tersusun rapat di lereng bukit sekitar dermaga adalah bagian
utama dari keindahan yang dilengkapi oleh lampu-lampu di sekitar dermaga.
Penutup yang manis dari pelayaran kali ini. Aih..
Tabik!
Minggu,
20 September 2015. Kampung Komodo
Selalu jatuh cinta dengan gili padar :-)
BalasHapusPulau Padar, om, kalau gili untuk Gili Lawa. Padar terlalu besar untuk disebut gili yang artinya pulau kecil. Hehehehe
HapusMenggugah sekali, ingin cepat-cepat menyelesaikan pendidikan lalu bergegas keliling nusantara
BalasHapusAyo segera selesaikan kuliahnya. Indonesia yang indah telah menunggu
HapusMenggugah sekali, ingin cepat-cepat menyelesaikan pendidikan lalu bergegas keliling nusantara
BalasHapusaiih, foto-fotonya keren XD jadi mupeng buat main-main ke flores kan :D
BalasHapusAslinya jauh lebih bagus mas Fahmi, kamera belum mampu menangkap semua keindahan alam Flores.
Hapuspastinya gituu, kapan ya bisa sampai flores :D semoga segera berjodoh deh :D
Hapustanahnya yang gersang kontras dengan birunya laut. kira-kira waktu berkunjung pas dapet rumput hijau bulan apa ya?
BalasHapusSetelah musim hujan mas, periode Februari-Mei biasanya semua pulau akan jadi hijau.
HapusIni sama mas arie yaaaa ????
BalasHapusIya mas Cumi, sama kapten kapal terhits se-Labuan Bajo. Hahahaha
HapusAduh kerennyaaaaaa
BalasHapusMupeng banget liatnya
Aduh kerennyaaaaaa
BalasHapusMupeng banget liatnya