Rencana
datang ke kampung Komodo tertunda selama seminggu karena perjalanan Lima Hari Tiga Malam sebelumnya. Tanggal 10 Agustus 2015, perjalanan ke kampung Komodo
saya mulai. Sehari sebelum berangkat saya telah menyiapkan semua perlengkapan
untuk dibawa ke Kampung Komodo. Satu carrier besar, satu daypack dan satu dus
buku bacaan sumbangan dari bang Alan. Saya pamit kepada bapak Haji Radi yang
telah memberi tumpangan lebih dari satu bulan di rumahnya. Beliau tampak
emosional ketika saya cium tangannya dan peluk sebelum berangkat dengan ojek
yang telah menunggu.
Dermaga
TPI Labuan Bajo begitu riuh saat saya sampai di sana. Suara dari penjual dan
pembeli ikan, buruh angkut, dan penumpang perahu menjadi nada yang menyatu
dalam harmoni pagi itu. Saya langsunng menuju motor ojek –sebutan untuk perahu
yang digunakan penduduk kampung Komodo dalam perjalanan kampung Komodo-Labuan
Bajo. Beberapa wajah yang duduk di dek kapal sudah saya kenal pada kedatangan
sebelumnya. “Pak Guri, kah?” tanya Mama Wahyu ketika saya ikut duduk bersama
mereka. “Nanti kita langsung ke rumah saja, kemarin pak Bahtiang sudah kasih
kabar kalau kita tinggal di rumah kami”. Saya bertemu dengan keluarga yang akan
menerima saya di rumahnya selama dua bulan ke depan, pak Suhardi dan istrinya
mama Wahyu.
Suara
mesin perahu yang sedikit berisik tidak mampu mengalahkan kehangatan suasa di
atas perahu. Saya mendapat banyak pertanyaan dan cerita dari pak Suhardi serta
beberapa penumpang lainnya. Tawaran rokok dan makanan selama perjalanan tiga
jam itupun datang berkali-kali. Suasana seperti ini membuat mata saya lebih
sering bersitatap dengan mata-mata yang bercerita, dibandingkan layar kaca dari
ponsel tak kalah menggoda.
Dari
kejauhan anak-anak kecil tampak berkerumun di ujung dermaga menyambut motor
ojek datang. Perjalanan selama tiga jam dengan biaya Rp 25.000 ini telah
selesai. Saya mengambil barang-barang lalu berjalan beriringan dengan keluarga
pak Suhardi ke rumahnya. Banyak tegur sapa yang menghampiri saya dari
wajah-wajah yang belum saya kenal. “Masyarakat sudah tahu kalau kita mau
mengajar di sini” kata pak Suhardi ketika saya tanyakan mengapa mereka menegur
saya dengan begitu akrab. (Kita = kamu, yang memiliki makna lebih sopan bagi
masyarakat kampung Komodo)
Saya
disediakan kamar sendiri di rumahnya pak Suhardi. Kamar yang biasa ditempati
oleh tamu-tamu wisata yang meginap di kampung Komodo. Pak Bahtiang datang
menjelang magrib dan menjelaskan kenapa saya ditempatkan di sini. Rumah yang
terletak di daerah Kebun ini memiliki air yang lancar, berbeda dengan di
rumahnya yang terletak di Kampung Lama yang mesti membeli air Rp 1.000 untuk 1 dirigen ukuran 10 liter. Di sini
listrik juga menyala dari jam enam sore sampai jam enam pagi, berbeda dengan di
rumahnya yang hanya sampai jam dua belas malam. Bagaimanapun saya senang
ditempatkan di mana saja, dengan harapan tidak memberatkan keluarga yang
memberi tumpangan.
Jam
tujuh pagi esoknya saya telah siap untuk mulai mengajar mata pelajaran Bahasa
Inggris di SD N Kampung Komodo. Setelah sarapan dengan hidangan ikan, saya
berangkat bersama pak Suhardi yang merupakan guru di sekolah yang sama. Saya
menemui pak Usman, kepala sekolah yang sebelumnya juga sudah pernah bertemu.
Beliau menjelaskan tentang keadaan sekolah dan jadwal mengajar saya. Di ruangan
guru pagi itu diadakan penyambutan secara sederhana. Setelah itu saya mulai
mengajar pada jadwal yang telah ditentukan.
Hari
Selasa saya mendapat jadwal mengajar di kelas 6A dan 6B, dua jam pelajaran
untuk tiap kelasnya. Antusiasme siswanya sangat tinggi dan ini memberikan
semangat tersendiri untuk saya. Sebagian dari siswa telah memahami percakapan
dasar dan sebagian lainnya masih baru memulai. Di luar kelas saya berbagi ilmu
kepada siswa-siswa yang datang menghampiri saat jam istirahat.
Minggu
pertama saya di kampung Komodo juga saya isi dengan mengenal masyarakatnya. Saya
targetkan mengenal satu keluarga setiap satu harinya. Selain itu juga diisi dengan
menghadiri beberapa pesta pernikahan. Menikmati orgen tunggal selama tiga malam
untuk satu pesta, serta ikut persiapan menyambut 17 Agustus. Satu kegiatan lain
yang sangat saya sukai di kampung Komodo adalah jalan-jalan sore di dermaga
kayu di sepanjang kampung.
Kampung
Komodo adalah “kampung baru” dalam perjalanan ini. Saya berusaha mengenal
masyarakat dan kehidupan mereka. Suatu saat nanti akan ada postingan di blog
ini yang mungkin akan berjudul “Fakta-fakta menarik tentang kampung Komodo”. Selain
mengenal masyarakat dan kehidupan mereka, tentu juga saya ingin menjelajah
daerah-daerah di sekitar kampung Komodo. Pada akhir minggu saya diajak
jalan-jalan sore oleh pak Suhardi ke arah pulau Kalong dan hari Minggu berkano
ria ke pulau Lasa yang terletak di seberang kampung Komodo. Pada postingan
selanjutkan saya kan ceritakan cerita menarik tentang dua tempat di atas.
Tabik!
Rabu, 9 September
2015. Kampung Komodo
assalamualaikum, perjalanan anda sangatlah mengagumkan, darimana anda mendapatkan motivasi ini? saya ingin tahu apa tujuan anda melakukan hal ini, terimkasih wassalam
BalasHapusWaalaikumsalam, Adwa. Terima kasih sudah mampir ke sini. Untuk jawaban dari pertanyaanmu ada di kolom Kenapa Berjalan di sisi kanan tampilan halaman depan blog ini. Silahkan.
HapusKak ...dikampung komodo, cari jodoh juga ngak ?????
BalasHapusKebetulan nggak, Om. Hahahahaha
Hapusanak-anak SD N Kampung Komodo keliatan begitu gembira ya? Selalu suka kalau ketemu anak-anak yang bahagia ketika traveling :D
BalasHapusBenar mas Fahmi, mereka senang sekali bertemu dengan wisatawan yang datang ke sekolah. Turis asing seringkali mampir dan mengajar sebentar di sini. Kalau mampir ke kampung Komodo, sekolah mereka bisa jadi pilihan tempat untuk dikunjungi.
Hapus