Gunung
Gamalama berselimut kabut saat kapal cepat dari Morotai bersiap
merapat ke pelabuhan Ternate subuh itu. Masjid terapung menjadi bangunan yang
mencolok dibandingkan bangunan lain di pinggir selat Ternate. Beberapa
penumpang berpindah dari kabin ke dek kapal yang terbuka. Untuk menikmati udara
sejuk pagi, atau sudah tak sabar inginsegera bertemu seseorang yang menunggu di
pelabuhan. Seperti teman seperjalanan saya, Devanosa.
Dua
teman kami—Acho dan Ilham—sudah menunggu di pelabuhan. Kami berempat beranjak
ke tempat makan untuk sarapan. Setelah itu kami berpisah, saya dan Acho ke
rumahnya, Devanosa dan Ilham ke rumah Adi—teman kuliahnya Devanosa sewaktu di
Malang.
“Istirahat
dulu, kalau capek. Nanti baru kita jalan” tawaran Acho ketika kami sampai di
rumahnya.
Siang
datang setelah saya selesai menuntaskan tidur yang kurang. Acho pun datang
dengan tawarannya mengajak jalan-jalan di daerahnya. Saya katakan kepada Acho
ingin di rumah saja dan menulis catatan perjalanan yang terbengkalai. Bukannya
tidak menghargai tawaran baik dari seorang teman, tapi hari itu, dan beberapa
hari setelahnya saya benar-benar hanya ingin di rumah, ingin menulis,menonton
film, membaca buku, atau bermalas-malasan di kamar.
Di
Ternate, semangat saya untuk jalan-jalan redup. Tidak seperti semangat ketika baru
sampai di Raja Ampat atau di Labuan Bajo. Benteng Tolukko, Kastela, dan
Kalamata tidak begitu membuat saya ingin segera mengunjunginya. Ketiga benteng
itu merupakan saksi sejarah Ternate yang terkenal karena rempah yang menjadi
rebutan kaum penjajah. Dalam waktu yang berbeda, ketiga benteng itu sempat juga
dikunjungi, hanya karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Walaupun
semangat mengunjunginya seperti bangkit dari tempat tidur saat pagi
yang diguyur hujan deras.
Tempat
wisata di Ternate yang dikunjungi selanjutnya adalah danau Tolire dan danau Laguna, selalu ditemani Acho. Danau Tolire adalah danau air tawar berwarna hijau yang memiliki berbagai mitos soal penciptaannya, hingga mitos tentang lempar batu ke dalam danau. Konon, katanya tidak ada yang bisa melempar batu hingga jatuh ke permukaan danau. Pada saat mengunjunginya saya bisa melempar hingga dapat melihat batu itu jatuh ke permukaan air danau. Acho adalah saksi hidupnya. Tapi, saya melempar dari sisi yang latar belakangnya adalah pulau Hiri , bukan dari sisi tempat warung penjual makanan dan batu. Apakah dari sisi ini bisa diterima sebagai suatu keberhasilan?
Danau Laguna yang terletak di desa Ngade, kelurahan Fitu, Ternate Selatan menjadi tujuan selanjutnya. Danau air tawar ini juga berwarna hijau dengan latar belakang birunya laut dan pulau Maitara dan Tidore, hampir sama dengan danau Tolire yang berlatar belakang birunya laut dan pulau Hiri. Hal inilah yang membuat kedua danau ini disukai oleh para Instagramer
karena sangat Instagram-able. Namun, karena semangat saya mengunjunginya
biasa-biasa saja, maka foto yang saya didapatpun biasa-biasa saja. Hufftt...
Dalam
perjalanan menuju danau Tolire, ada satu objek wisata lain yang dapat
disinggahi, yaitu Batu Angus. Batu Angus adalah komplek batu berwarna hitam yang merupakan hasil dari muntahan lava gunung Gamalama yang meletus pada tahun 1673. Sepulang dari
Ternate, saya mendapatkan tidak ada foto bagus di tempat ini. Setidaknya tidak
punya foto yang layak diposting di Instagram. Saya menyadari hal ini terjadi
karena saya belum berdamai dengan perasaan dan keadaan saat mengunjunginya.
Keinginan untuk berdiam di kamar lebih besar daripada keinginan untuk
jalan-jalan, padahal ke Ternate adalah bagian dari perjalanan.
Perjalanan
selanjutnya di Ternate adalah ke teluk Sulamadaha.Perjalanan ini berbeda karena
dilakukan bersama rombongan teman-teman Acho. Perjalanan dengan banyak orang
dapat membuatnya lebih riang, walaupun juga dapat membuat terlambat karena
menunggu beberapa orang. Teluk Sulamadaha memiliki terumbu karang yang terawat,
berbagai jenis ikan dan penyu dapat dilihat saat snorkeling. Keunikan dari
teluk Sulamadaha adalah dasar lautnya yang bergelombang. Makin ke tengah tidak
selalu berarti akan semakin dalam. Di teluk Sulamadaha semangat saya mulai
pulih hingga lebih bisa menikmati keadaan. Saya mengerti jika keadaan perasaan
adalah awal dari perjalanan yang menyenangkan.
Satu
tempat yang wajib dikunjungi di Ternate adalah desa yang menjadi titik
pengambilan foto untuk uang kertas seribu rupiah. Dari sini kita akan melihat
pulau Tidore dan Maitara yang menjadi latar belakang dari selat Ternate dan
kegiatan nelayan di depannya. Ini adalah kali ketiga saya melihat pemandangan
yang terdapat di uang kertas yang beredar di Indonesia. Setelah yang pertama di
danau Bedugul, Bali, dan kedua di Kelimutu, Flores. Aih...Ternate membuat
perjalanan saya genap lima puluh enam ribu.
Dalam
perjalanan pulang ke rumah, saya bertanya kepada Acho tentang pulau di
seberang.
“Itu
pulau Tidore”
“Berapa
lama (menyeberang) ke sana?
“Sepuluh
menit”
“Besok
kita ke sana, yuk” penuh semangat saya mengajak Acho.
“Ayo”
Saya
merasakan suatu semangat kembali nyala untuk melakukan perjalanan. Saya tidak
tahu apa yang menarik dan akan dikunjungi di Tidore nantinya. Saya hanya ingin
malam berlalu secepatnya, agar kami segera dapat mengunjungi pulau yang begitu
familiar dalam pelajaran sejarah saat di sekolah dasar.
Ah...kenapa
semangat saya kembali nyala pada hari-hari terakhir di Ternate, setelah
melewatkan beberapa tempat menarik sebelumnya. Dalam perjalanan panjang ada
waktunya untuk tidak ingin melakukan perjalanan. Berdiam diri di kamar dan menghabiskan
waktu di depan laptop menjadi sangat menarik. Perjalanan yang telah menjadi
hidup ini sepertinya butuh rehat sejenak. Seperti membaca kalimat-kalimat
panjang, ada tanda koma dan titik untuk memberi kesempatan mengambil nafas.
Mampir di Ternate adalah tanda koma dan titik bagi perjalanan ini.
Perjalanan
akan terasa nikmat dan berarti bukan hanya karena destinasi, jarak, dan waktu.
Tapi juga karena perasaan yang mengiringinya. Saya menyadari bahwa membawa
perasaan yang riang dan lepas akan mengantarkanmu ke dalam perjalanan yang
menyenangkan. Berdamailah dengan perasaan, keadaan, teman, dan harapan sebelum
melakukan perjalanan. Karena perjalanan yang menyenangkan tidak hanya karena indahnya
suatu tempat, tapi juga karena suasana yang hangat dan perasaan yang tidak
terikat.
Perjalanan
ke Tidore besok adalah awal dari kalimat baru perjalanan ini. Sudah siapkah
kamu lanjut membacanya?
Sabtu,
18 Juni 2016. Batusangkar
bener... perasaan itu penting bgt saat sedang mengadakan perjalannan :).. kalo sedang traveling, dan mood dlm keadaan ga baik, aku lbh milih utk ga jalan.. mnding di kmar hotel dulu, sampe mood jd oke :D.. kalo ga percuma aja.. perjalanan juga jd ga asyik..
BalasHapusitu batu2angusnya tp aku suka mas.. ngebayangin saat terjadi letusan gamalama, sedasyat apa ya sampe batu2 muntahannya bisa sebesar itu..
Iya mbak. Berdamai dengan perasaan adalah yang perlu dipersiapkan dulu sebelum perjalanan. Kadang menyendiri adalah bagian atau cara berdamai dengan perasaan.
HapusMungkin bisa dibayangkan seperti letusan dalam film Appocalypse kali yah :)
Asli keren banget view dari danau tolire *envy*
BalasHapusSalam kenal dr blogger ala2
iya mas, danaunya bagus. Salam kenal juga mas
HapusSaya tertarik dengan tulisan anda mengenai Menemukan Titik dan Koma Perjalanan di Ternate.
BalasHapusSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai pariwisata yang bisa anda kunjungi di disini
Ayo bosku Semuanya,
BalasHapusYuk iseng bermain game untuk mendapatkan uang tambahan setiap harinya Hanya di arena-domino.net
Modal Kecil Dapat Puluhan Juta ^^
Bareng saya dan teman-temanku yang cantik-cantik loh !
Info Situs www.arena-domino.net
yukk di add WA : +855964967353
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc