Tanpa
harapan apapun--sebaiknya berjalan memang tanpa harapan--saya menerima ajakan Ija
untuk menyusuri sepotong Sungai Musi menuju Pulau Kemaro. Pulau yang merupakan delta dari aliran Sungai Musi merupakan tempat berdirinya pagoda setinggi 9 tingkat. Menjadi tempat liburan singkat warga Palembang yang ingin keluar dari
kerumitan kota mereka, atau menjadi tempat yang direkomendasikan karena dekat,
bagi mereka yang kedatangan teman atau tamu dari luar Palembang.
"Sudah
ke Pulau Kemaro?" tanya seorang teman ketika kami bertemu di dekat jembatan
Ampera, malam sebelumnya, "cuma setengah jam naik ketek ke sana" katanya
berusaha meyakinkan saya agar ke sana dalam kunjungan ke Palembang kali ini.
Jam
setengah enam kami mulai perjalanan ke Pulau Kemaro. Cukup telat karena waktu
terbaik untuk mulainya adalah jam empat atau setengah lima sore. Di penghujung
siang inilah kamu dapat menyaksikan berbagai kegiatan masyarakat di sepanjang aliran
sungai, lalu ketika pulang dapat menikmati gemerlap lampu-lampu menjelang
malam.
Arus
pasang dan surut memang sangat mempengaruhi durasi perjalanan, begitupun
gelombang dari speed boat maupun kapal besar yang dapat
mengombang-ambingkan ketek yang ditumpangi. Namun jika dirata-ratakan memang
setengah jam adalah lama perjalanan ke Pulau Kemaro dari Benteng Kuto Besak di
dekat Jembatan Ampera.
Kami
turun ke perahu kecil--disebut ketek oleh warga lokal--dari belakang restoran
cepat saji di dekat Benteng Kuto Besak. Perahu bermesin satu ini melaju pelan
mengikuti arus melewati Jembatan Ampera, Pasar 16 Ilir, Masjid Al Ghazali,
Kampung Al Munawar, dan pabrik Pusri sebelum sampai di Pulau Kemaro. Tempat-tempat
di atas adalah wajah Sungai Musi yang paling sering dilihat banyak orang,
khususnya para wisatawan. Namun, perjalanan kali ini membuat saya melihat
wajahnya yang lain.
Wajah
lain Sungai Musi pada sore itu menampilkan seorang laki-laki tua yang mandi di
airnya yang berwarna kopi susu, seorang nelayan yang menebar jala berkali-kali
sambil berharap pada nasib baik, para kru kapal yang membunuh sepi dengan
memancing tanpa harapan tinggi, keluarga-keluarga yang tinggal di rumah apung
seluas 4x6 meter yang tampak kumal, perahu bermesin tempel melaju kencang
membawa penumpang yang kuyup karena tempias, rumah-rumah yang membelakangi
sungai hingga menjadikannya sebagai tempat pembuangan segala yang tidak
diperlukan, serta perahu kecil yang tampak jadi sangat kecil ketika melaju di antara kapal tongkang yang
memuat batu bara, dan kapal-kapal besar yang memuat pupuk untuk dibawa ke
berbagai penjuru Indonesia. Wajah Sungai Musi seperti di ataslah yang berhasil
menawan saya dengan tatapannya.
Menyusuri
Sungai Musi ini membangkitkan ingatan saya pada perjalanan melintasi beberapa
sungai kecil di daerah Kepulauan Riau, tepatnya di Pulau Kijang. Melihat bagian belakang deretan rumah-rumah penduduk akan mendapatkan hal-hal yang tidak biasa ditampilkan oleh rumah bagian depan dan ruang tamu. Melihat dapur dan kakus rumah
bagai melihat seseorang yang sedang menunjukkan semua sifat yang pernah disembunyikannya
rapat-rapat.
Tiang-tiang
kayu hitam dan berlumut, warna-warni sampah yang setengah terkubur lumpur
coklat kehitaman, anak-anak yang buang air dengan wajah polos melihat mereka
yang melintas di bawah rumahnya, bapak-bapak merokok sambil melamun di belakang
rumah, serta ibu-ibu yang membuang sampah dapur ke sungai. Semuanya tampil apa
adanya, tidak ada yang ditutupi. Ketika seseorang menunjukkan sifat aslinya,
kamu akan berada dalam posisi menerima, menolak, atau ingin mengubahnya. Pilihan
ada di tanganmu, dan selalu ada.
Lampu-lampu
pabrik Pusri telah menyala ketika kami sampai di Pulau Kemaro. Karena sudah gelap, kami memutuskan
untuk tidak naik ke pulau yang menjadi tujuan utama. Ketek
diarahkan ke sisi lain pulau untuk dapat melihat pagoda yang menjulang tinggi
di antara pepohonan yang tubuh di sekitarnya. Apakah saya kecewa karena tidak
menjejakkan kaki di Pulau Kemaro?
Tidak.
Perjalanan
telah mengajarkan saya untuk tidak memiliki harapan tinggi terhadap perjalanan
itu sendiri. Saya belajar untuk terus memiliki keinginan terhadap berjalan. Karena banyak kejadian dan pelajaran dalam perjalanan, sebagian dapat dikontrol, sialnya, sebagian besar di luar kuasamu. Hingga sebaik-baiknya harapan yang dapat dimiliki adalah berharap pada nasib baik.
Semua hal yang dirasakan, dinikmati, dan dihindari selama perjalanan
adalah akibat dari perjalanan itu sendiri. Saya telah memilih perjalanan, namun tidak memiliki kuasa pada akibatnya. Saya hanya diminta untuk terus berjalan, dan terus berjalan. Menurut Windy Ariestanty harapan itu tak ubahnya ilusi. Kegenitan rasa. Karena perjalanan yang saya lakukan berada dalam kenyataan, maka, saya tidak mau membiarkan diri terkurung dalam ilusi, dalam kegenitan rasa yang ingin melampui waktu.
Melihat wajah
kehidupan di sepotong aliran Sungai Musi dari Jembatan Ampera menuju Pulau
Kemaro adalah akibat dari perjalanan yang saya lakukan. Meninggalkan kesan yang melekat dalam pikiran, ingatan, serta perasaan. Menjadi suatu kepuasaan, karena sejak awal perjalanan saya tidak berharap perjalanan ini akan begitu mengesankan. Iya. perjalanan ini begitu mengesankan buat saya. Hingga kamu dapat membacanya.
Tabik!
Membaca tulisan uda guri membuat saya terhanyut pada keadaan dimana sebuah perjalanan semestinya adalah untuk menemukan sebuah kejujuran. Dan jujur, saya terhanyut, pada aliran sungai musi sore itu
BalasHapusTerima kasih sudah singgah ke rumah kenangan yang berisi kejujuran dari perjalanan. Namun tentu bukan berarti bercerita tentang semua hal yang terjadi.
HapusMenarik ini, melihat aliran musi dari sisi lain. Tak meluku destinasi yg harus dikunjuni supaya dibilang sah berkunjung ke palembang.
BalasHapusBegitulah perjalanan saat ini yang saya rasakan, mas. Tidak lagi terobsesi dengan sebanyak apa tempat yang dikunjungi, tapi lebih ke menikmati perjalanan yang mengalir begitu saja, sekalipun itu hanya duduk di taman kota.
HapusSungai Musi memang menyimpan banyak cerita dari sisi lain ya Uda. Kemarin pas ke Kemaro juga aku senang memperhatikan sepanjang jalur sungai ini :)
BalasHapusBener banget Sat, sungai Musi bagai mengalirkan cerita untuk dinikmati siapapun dengan cara apapun.
HapusDari tulisan ini saya sadar akan arti perjalanan yang mengesampingkan ekspektasi.
BalasHapusPerjalanan yang berakibat itu pada akhirnya membuka tabir kebenaran yang begitu mudah dihias apik oleh media. Memang seertinya tak ada yang lebih pantas disyukuri daripada perjalann itu sendiri.
BalasHapusSalam kenal mas Guri, sungguh pengalaman yang sangat indah.
Luar biasa
BalasHapusJudulnya acap membuatmu berpuisi..nice Guri
BalasHapusPerjalanan pasti akan selalu menggoreskan kenangan. Dari sisi manapun, perjalanan tetap akan bermakna, karena semesta selalu memberi kejutan tak terduga. Sekalipun seperti uda guri yang lakukan, meski tak mencapai titik tujuan, namun perjalanan sudah memberi sejuta pelajaran. Mantap uda, pelajaran dari sudut pandang lain.
BalasHapusAyo bosku Semuanya,
BalasHapusYuk iseng bermain game untuk mendapatkan uang tambahan setiap harinya Hanya di arena-domino.net
Modal Kecil Dapat Puluhan Juta ^^
Bareng saya dan teman-temanku yang cantik-cantik loh !
Info Situs www.arena-domino.net
yukk di add WA : +855964967353
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.cc